Kupinjam deru ombak
Yang selalu gemuruh mewakili nyanyian tembang tua di wajah-wajah pemulung.
Untuk merangkulmu.
Kupinjam birunya langit
Yang tak pernah runtuh menanggung beban awan hitam dicambuk halilintar.
Untuk memujimu.
Kupinjam desir angin
Yang tak pernah diam mengalir ke jantung butiran embun di ujung tanduk ilalang.
Untuk menjumpaimu.
Ku pinjam bahasa cinta untuk menyapamu.
Ku pinjam bahasa rindu untuk memelukmu.
Ku pinjam bahasa kekasih untuk merebah di pangkuanmu.
Ku pinjam bahasa ibu untuk mengecupmu
Darahku serupa air terjun
mengalir deras mengingatmu.
Nafasku serupa badai
berhembus kencang menyebutmu.
Jika mereka bahagia
karena pernah berjumpa
Bagaimana denganku
Yang tak pernah bertemu
Tapi. Menyimpan rindu.
Akulah manusia yang paling gila.
Paling mabuk cintamu.
Paling tidak tahu malu mengharap tali kasih.
Sementara tanganku hanyalah pasak tiang rapuh.
Yang tak pantas engkau cintai.
Namun...
Aku tidak sanggup bila kau abaikan.
Apalagi kau benci
Ku tanam asa di dasar hati.
Sedalam kasihmu menombak debu kemarau di musim kerontang.
Sedalam laut menelan berjuta mutiara ditusuk konde nenek moyang.
Sedalam mata hatiku yang bergetar-getar menunggu kehadiranmu.
Ku sempurnakan cintaku pada setiap helaan nafas.
Tegar merayumu di setiap kedipan mata.
(Zaini Dawa)
02'11'19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar