Kolom Artikel
------------------------
MAULID DAN KEBOHONGANNYA
-------------------------------------------------------------
Telah beredar dan berakar kuat di tengah masyarakat hususnya di tempat saya tinggal, bahwa hari kelahiran nabi Mohammad SAW. (maulid) akan memberikan syafaat kepada siapa saja yang merayakannya.
saya pernah menghadiri undangan maulid nabi. Di akhir acara tersebut seorang kiayi (lagi lagi tak perlu disebutkan namanya) memberikan ceramahnya di tengah-tengah undangan yang dihadiri kurang lebih 300 orang. Inti ceramahnya adalah sebagai berikut:
"Barang siapa mengagungkan/menghormati kelahiran nabi Mohammad SAW. Maka, wajib baginya mendapatkan syafaatnya. Contohnya, Abu Lahab, (paman nabi). Ketika nabi Mohammad dilahirkan, dia sangat senang dan bahagia sekali sehingga dia meluapkan kebahagiannya dengan memerdekakan seorang budak yang bernama Siti Zuwaibah. Karena rasa bahagia itulah Abu Lahab mendapat syafaat."
Pada waktu dan tempat yang berbeda, seorang kiayi lain menegaskan bahwa "sesungguhnya Abu Lahab mendapatkan barokah karena menghormati kelahiran Rosulullah, sehingga setiap hari senin (dari dulu hingga sekarang) dosanya dikurangi."
Dijelaskan oleh penceramah berikutnya pada waktu yg berbeda pula, bahwa "setiap hari senin siksa Abu Lahab dikurangi."
Itulah cerita yang sangat populer di tengah-tengah masyarakat
Jika seseorang sudah nyata dikutuk dan dilaknat oleh Allah. Maka, tidak ada satu usaha dan upaya dapat menolongnya. tak seorang-pun akan dapat memberi syafaat ataupun perlindungan sekalipun dia adalah paman nabi Mohammad, Seperti Abu Lahab, atau putra nabi nuh seperti Kan'an. Apalagi manusia terkutuk itu tidak pernah mengucapkan 2 kalimat syahadat (kafir). Karena sesungguhnya pertolongan, dan perlindungan itu hanya milik Allah.
Ayo kita rasionalkan sebagai dalil aqli..!!
Seandainya rosulullah mau memberikan syafaatnya kepada Abu Lahab dan Allah menghendakinya. Maka, Allah akan mencabut Suroh Al-Lahab (111) dari bagian Al-Qur'an. Atau setidaknya suroh Al Lahab tersebut telah di-naskh (istilah usul fiqh) oleh ayat yang lain. Sementara Rosulullah tidak pernah menjelaskan akan adanya naskh-mansukh pada suroh tersebut. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa suroh tersebut masih diabadikan oleh Allah di dalam kitab suci Al Qur'an sebagai icon kutukan dan laknatan Allah kepada orang-orang yang menentang perintahNya. Naudzubillahi min dzalik...
Perhatikan hadis berikut. Ini adalah salah satu hadis yang sangat populer dan menjadi hujjah maulid nabi bagi sebagian umat islam!!
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ عَظَّمَ مَوْلِدِي كُنْتُ شَفِيْعًا لَهُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ، وَمَنْ أَنْفَقَ دِرْهَمًا فِي مَوْلِدِي فَكَأَنَّمَا أَنْفَقَ جَبَلاً مِنْ ذَهَبٍ فِي سَبِيْلِ اللهِ.
Artinya: Nabi saw bersabda: “Barang siapa mengagungkan hari kelahiranku, niscaya aku akan memberi syafa’at kepadanya kelak pada hari kiamat. Dan barang siapa mendermakan satu dirham di dalam menghormati hari kelahiranku, maka seakan-akan dia telah mendermakan satu gunung emas di jalan Allah’.”
“Setelah kami teliti dalam kitab-kitab hadits, kami tidak mendapatkan hadits tersebut. Ini berarti hadits tersebut tidak memiliki sanad dan rawi,” jelas doktor Hadits, DR Syamsuddin. Karena itu, tambahnya, hadits semacam ini sering disebut sebagai hadits ”laa ashla lahu”. “Semua hadits yang ”laa ashla lahu” adalah maudhu’ atau palsu.”
Tambahan pula, kata dosen UIN Sunan Ampel Surabaya ini, dalam masalah maulid Nabi saw itu memang banyak hadits palsu yang dibuat untuk mengagungkan perayaan hari kelahiran tersebut oleh orang-orang yang mengaku mencintai Nabi saw. “Mereka beralasan bahwa tidak mengapa berbohong untuk kepentingan Nabi saw.”
“Padahal Nabi saw sendiri tidak perlu kepada pembohongan mereka itu, bahkan beliau menyampaikan kecaman keras bagi siapa saja yang berdusta atas nama beliau,” kata pria yang juga Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim.
Sementara menyebarluaskan hadits palsu adalah bagian dari dusta atas nama Nabi saw. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, Rasulullah Muhammad saw bersabda:
حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عُبَيْدٍ عَنْ عَلِيِّ بْنِ رَبِيعَةَ عَنْ الْمُغِيرَةِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Nu’aim telah menceritakan kepada kami Sa’id bin ‘Ubaid dari ‘Ali bin Rabi’ah dari Al Mughirah ra berkata; Aku mendengar Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya berdusta kepadaku tidak sama dengan orang yang berdusta kepada orang lain. Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka hendaklah dia bersiap-siap mendapat tempat duduknya di neraka. “. (HR Imam al-Bukhari, hadits nomor – 1209)
Dalam pandangan Syamsuddin, sudah tentu acara maulid Nabi yang disandarkan pada hadits palsu tidak boleh atau haram. Baginya, cara untuk mengapresiasikan kebahagiaan kelahiran Nabi itu sangat beragam: makan bersama, pengajian, dan lain sebagainya, dengan catatan peringatan itu tidak boleh memasuki wilayah syari’at. “Sebab kalau masuk dalam wilayah syari’at harus ada tuntunannya,” jelasnya.
Pandangan senada juga dikemukakan oleh guru besar Ilmu Hadits UIN Sunan Ampel Surabaya, Prof Dr Zainul Arifin MA. Seperti hadits “Man ‘adldlama mawlidiy … dan seterusnya itu, tidak ditemukan dalam kitab-kitab hadits standar. Seperti Kutub al-Sittah, Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan al-Tirmidzi, Sunan al-Nasa’i, Ibn Majah, dan kitab-kitab lainnya. “Hal ini menunjukkan kepalsuan hadits”
Kalau kita mau menjadi umat Islam yang kaffah, rohmatal lil àlamin. Hendaknya sampaikanlah berita dan ajaran Islam dengan jujur dan benar. Kalaupun ditolak pasrahkan saja kepada Allah, karena itu adalah urusanNya.
Bagi yang mau merayakan atau menghormati maulid nabi, Silahkan saja rayakan! Luapkan segala kesenangan, kebahagiaan, dan rindu kita kepada Rosulullah dengan memperbanyak sholawat kepadanya tanpa ada kebohongan dan pembodohan terhadap umat, apalagi adanya tendensi politik ataupun kepentingan perut saja.
Demikian
Salah dan benarnya kita pasrahkan kepada Allah.
Mutemmuh guk lagguk pas.
Wallahu a'lam bi moroodibihii...