Minggu, 27 Januari 2019

CEBONG vs KAMPRET

Buka mata lebar-lebar
Anak cucu ibu pertiwi sedang bertengkar
Memanas lava berpijar
gunung-gunung berdengus tertampar
Kilau-gemilau lampu panggung pilitik
Ombak laut badai tertarik
Menyaksikan pertunjukan sirkuit
Saling serang menjatuhkan diatas karpet
Adu konsep dan segala macam taktik
Pertunjukan yg sangat menarik

Cebong-cebong versus kampret..!!
Saling laknat... Saling hujat... Saling sikat
Isu agama samurai pembunuh paling mematikan
Cingcang peradaban, budaya, dan keyakinan

Saling pasang jerat..
Pada ngaku hebat
Untuk memikat hati rakyat
Padahal sama keparat...
penjilat sol sepatu mengkilat...

Katanya demi rakyat
Nyatanya bakar otak rakyat
Alih-alih seruan jihad
Nyatanya perebutan pangkat
Masyarakat awam diadu jidat
Darah panas memuncrat
Mata melotot ludah berjiprat

Pesta demokrasi mestinya besenang-senang
Bukan saling jotos saling tendang.
Tunggu saja...
Gunung akan bergetar bumi bergoncang
Menyumpal mulut-mulut lancang

Rakyat terjangkit bakteri politik
Di warung.. ladang.. pasar.. kantor.. pesantren..discotik
Semuanya riuh seperti kandang itik
Mereka yang buta jadi fanatik
Mereka yang beda jadi konflik

Rakyat jelata... jadi lata..
Wong cilik... jadi picik..
Lucunya tuh...
Yang pandai... jadi tupai
Yang intelektual... jadi kadal
Yang kiayi ... terlilit tali..

Hei cebong.. Hei kampret..!!
Ingatlah...
Diatas kemarahan ibu pertiwi
matahari pancarkan resolusi
Angin... datang dengan taufannya
Hujan... datang dengan banjirnya
Ombak... datang dengan tsunaminya
Adalah teguran tuhan pada ummatnya.

CEBONG vs KAMPRET

Buka mata lebar-lebar
Anak cucu ibu pertiwi sedang bertengkar
Memanas lava berpijar
gunung-gunung berdengus tertampar
Kilau-gemilau lampu panggung pilitik
Ombak laut badai tertarik
Menyaksikan pertunjukan sirkuit
Saling serang menjatuhkan diatas karpet
Adu konsep dan segala macam taktik
Pertunjukan yg sangat menarik

Cebong-cebong versus kampret..!!
Saling laknat... Saling hujat... Saling sikat
Isu agama samurai pembunuh paling mematikan
Cingcang peradaban, budaya, dan keyakinan

Saling pasang jerat..
Pada ngaku hebat
Untuk memikat hati rakyat
Padahal sama keparat...
penjilat sol sepatu mengkilat...

Katanya demi rakyat
Nyatanya bakar otak rakyat
Alih-alih seruan jihad
Nyatanya perebutan pangkat
Masyarakat awam diadu jidat
Darah panas memuncrat
Mata melotot ludah berjiprat

Pesta demokrasi mestinya besenang-senang
Bukan saling jotos saling tendang.
Tunggu saja...
Gunung akan bergetar bumi bergoncang
Menyumpal mulut-mulut lancang

Rakyat terjangkit bakteri politik
Di warung.. ladang.. pasar.. kantor.. pesantren..discotik
Semuanya riuh seperti kandang itik
Mereka yang buta jadi fanatik
Mereka yang beda jadi konflik

Rakyat jelata... jadi lata..
Wong cilik... jadi picik..
Lucunya tuh...
Yang pandai... jadi tupai
Yang intelektual... jadi kadal
Yang kiayi ... terlilit tali..

Hei cebong.. Hei kampret..!!
Ingatlah...
Diatas kemarahan ibu pertiwi
matahari pancarkan resolusi
Angin... datang dengan taufannya
Hujan... datang dengan banjirnya
Ombak... datang dengan tsunaminya
Adalah teguran tuhan pada ummatnya.

Rabu, 16 Januari 2019

PERMEN POLI TIKUS

Di tengah terik matahari dan taufan
Batang-batang lapuk jadi rebutan
Pasang senyum di pinggir jalan
Anggun indah bergelantungan
Santun sapa bertapak tangan besan.

Perempatan paling strategis
Tiang listrik pajangan gratis
Tembok tua pilihan nian gelis
Keriput kertas ber-irama romantis
Dalam perselingkuhan janji-janji manis.

Tak lesu sapamu mohon restu
Pada setiap manusia yang berlalu
Semangat juang membungkus malu
Tak keluh bila sapa terabaikan
Tetap tegar tawarkan permen rayuan.

Semut-semut penasaran itu permen apa
Dibungkus warna-warni bendera
Enaknya hanya di telinga saja
Mengandung pemanis dan pewarna
Yang dapat mencemari cita-cita bangsa.

Anak-anak kecil yg berlalu
Menyambutmu dengan haru
Berduyun-duyun mendorong mobilmu
Lalu berkata "dia adalah tuan baru"
Pemilik produk PERMEN berkutu.

Karya: Zaini Dawa.

Senin, 14 Januari 2019

Sepi Menjemput Air Mata

Karya: Zaini Dawa

Dimanakah hembusan nafasmu.
Biasanya berdesir menemaniku
Silir-semilir meniupkan angin manja
Rindu sentuhan raga bersandar nyata

Kesunyian ini sering datang dan pergi
Melambaikan tangan lalu memeluk diri
Jika semuanya harus diam membisu
Izinkan aku merayap ke dalam lelapmu

Malam-malamku meredup
Segamang menyusuri sisa-sisa hidup
Apa yang bisa aku tatap
Sebatas lentera kecil dimainkan bidadari tak bersayap.

Oh malam...
Dimanakah keindahanmu
Yg dulu kau berikan padaku
saat nuraniku dalam kesunyian
Kau taburkan bintang-bintang berkedipan.

Jika rohmu membeku sekarat gulita
Aku tak memaksamu menjadi purnama
Cukuplah fajar menjemput air mata
Di sudut-sudut malam ku haturkan padaNya.

Rabu, 09 Januari 2019

RAPUH DALAM RAGA

Karya: Zaini Dawa

Sajak berbunga terjuntai dirapuh ranting
Menitip rindu pada sebatang pohon kering
Biarlah terkelupas oleh angin dan matahari
gemetar oleh gemuruh petir berjubah pelangi
Biarlah tumbang musnah di padang ilalang
Kembali hina di comberan melegam arang.

Bila matahari terbit
Ketakutan ini menjerit
Seperti menghadapi hukuman mati
Mengarak asa dirantai mimpi.

Hembusan nafas semakin gila
Bila terus menahan perihnya luka
Dahsyatnya badai terburuk menyapu
Adalah batinku yg belum kamu tahu.

Jari-jari malam mengadu pada bintang gejora
Menanti langit pekat terbias kerlip cahayanya
Namun bintang itu hadir mengurai air mata
Sebuah tangisan yg menggeliat dlm raga manusia.

Selasa, 01 Januari 2019

BUNGA SORGA

Seruak kelopak bunga gemulai menari
Terlena gerai rambut diterpa semilir nafas bidadari.
Ruas-ruas malam kagum tersenyum tujuh turunan
Terpesona lembut jemari bersambut di atas peraduaan.

gelembung buih di lautan membeku
Seketika lesung di pipi berlumuran madu
Melelehkan senyum berbunga sorga
Di laut dalam indah berpalung asmara
Lesu tak lagi bersarang keluh
Melihat senyum beraura teduh

Bunga itu bergantung di pelupuk mata
Sekali terpejam seribu tahun menderita.

Karya: Zaini Dawa
Untuk: bunga pesona seribu putik yang punya bibir merah berlumuran cinta.

RAPUH

Puisi Prosais (Zaini Dawa) Bisaku tawar dalam sunyi Lenyap sapa ronta aksara Tampak rupa kurasa hilang kujaga Betapa rapuhnya aku menanggung...