Selasa, 28 Juli 2020

KUMPULAN PUISI PERJUANGAN


PENJAJAHAN BELUM BERAKHIR

Cantiknya ibu pertiwi mengemas berlian
Tumpah mewah pesona keagungan
Bertabur puja di kening dan dada
Serta tersembunyi di dalam perutnya
Mata dunia tersihir
Banyak penjajah datang menjarah
Disekap bergilir berabad lamanya
Ibu pertiwi menjerit menahan sakit
Sakitnya hentakan kaki prajurit
Derap yang menggetarkankan seisi dadanya

Ibu pertiwi lalu berbisik

"Kita dijajah nak...
Ditindas...
Hak kita dirampas.
Melawanlah..!!
Karena diammu adalah kesengsaraanmu dan penderitaan anak cucumu.
Yakinlah pasti menang
Merdekaaa..."

Bisikan itu
Nyalakan kobaran semangat
Para pahlawan bangsa
Tak ada gentar melawan perbudakan
Tak pernah menyerah sekaipun peluru menyumbat aliran darah.

Oohh.. katakan padaku
adakah yang lebih menyeramkan dari pada menyusuri hutan
Membelah sungai di tengah malam
Jurang terjal berbau anyir
Kaki bertelanjang mengejar inti kegelapan
Tapi, itu terbayang seperti bermain di taman.

Merdeka atau mati..!!
Kata itu meletupkan jutaan peluru kemarahan
Merdekaa..!
Atas nama cinta
Mereka menahan rantai kematian
Sawah dan ladang...
hutan dan gunung
Tumbuh kekuasaan manusia biadab
Ibu bapaknya telah lama gugur sebelum berbunga
Karena Menampik dera cambuk rumosa.
Demi cita-cita kemerdekaan
Meraka menahan sakit
Sakit yang tak tersentuh obat
Luka yang yang tak menyentuh rasa
Karena rasa itu tak lebih menyakitkan dari pada penghambaan

Merdeka atau mati..!!
Kata itu memacu derap kuda dan binatang jalang
Tangan mengepal langit dijungjung
Bumi direntak kabut pekat dibabat
menakjubkan sekali...
Dalam darah mengalir nyanyian kemenangan
Paduan kekuatan dan keringat yang mungkin terlupakan.

Kini sudah sampai pada waktunya
Masa depan yang tak terlalu jauh.
Dari luka masa lalu hingga hari ini...
bukan lagi tentang daging yang menganga
Bukan lagi tengtang darah yang tumpah
Sepuluh pemuda yang kala itu diharapkan
Sepuluh copet yang datang berbatik kebesaran
Menua kelilipan cahaya kekuasaan.

Wahai Bung Karnoe...
Bangkitlahhhh...!
Lihatlah bangsamu...!
Penjajah yang dulu engkau lawan
Kini berganti wajah menyerupai kawan
Musuhmu adalah antek-antek asing
Musuhku adalah bangsa sendiri.
Perjuanganmu belum usai bung...!
Engkau menentang penjajahan
Aku menentang ketidak-adilan
Kebenaran diasingkan tersiram air keras
Kejujuran disingkirkan secara misterius
Kejahatan berkoalisi dalam birokrasi.
Ini ironis bung...!!

Engkau minta sepuluh pemuda
Aku minta sepuluh orang tua
Untuk meng-orang-tuakan mereka yang duduk disana
Akan aku angkat martabat bangsa
Yang terlihat seperti panggung sandiwara
Disoraki kaum buruh, petani, dan pedagang kaki lima
Setelah itu semua terdiam tidak ada apa-apa
Kecuali menunggu kisah berikutnya
Ini dramatis bung...!!

Ohh Bung Tomo.
Bangkitlahh...
Lihat sejenak
Kemerdekaan yang engkau mimpikan
Hari ini benar-benar nyata kita rasakan
Merdeka menjadi apa saja
Merdeka mau ber-apa saja
Kebebasan menampuk kuasa
Kebabasan menumpuk suka.
Tanah pertumpahan darah yang dulu kau teriaki
Kini terbangun gedung-gedung konspirasi

Allaaaahu akbarrr...
Teriakanmu telah membakar semangat juang bangsa
Sampai saat ini...
Masih sering aku dengar
Di gorong-gorong massa dalam penokohan
Di celah-celah bebatuan dalam bidikan.

Wahai jenderal soedirman...
Bangunlah...!
Angkat senjatamu jenderal..!!
Bangsa ini sudah kehilangan taring
Merahmu seperti tentara kehilangan benteng
Putihmu seperti kembala hilang kekang
Indonesiaku terlahir sebagai republik
Berkibar bersama terpaan polemik
Dari sabang sampai merauke
Disantuni hutang hukum
Hutang mata
Dan
Hutang janji-janji

Jenderal...
Berilah aku sepuluh pelor..!
Akan aku habisi tupai-tupai ladang
Dan tikus-tikus liar di lumbung
Aku ingin bangsa ini bersih dari sapu kotor
Bangsa ini titisan air mata dan darah kental
Bukan warisan pemilik modal dan kaum feodal
Mereka pelempar peraturan basa-basi
Serta perdagangan dengan peraturan revolusi.

Wahai pahlawan-pahlawan bangsa...
Bangkitlah..!
Sehari saja
Periksalah kembali gulungan ombak..!!
Sampaikah ia ke bibir pantai.
Periksalah gunung-gunung dan hutan..!!
Masihkah ia menyimpan kekayaan.
Periksalah mata air di negeri ini...!!
Masihkan ia menjadi mata kehidupan.
Periksa juga sungai-sungai dan lautan
Masihkah ia mengalirkan kemakmuran.

Aku ingin negeriku menjadi surga dunia
Dimana burung garuda gagah mengepakkan sayapnya
Burung cenderawasih mesra memainkan bulu-bulunya
Menyambut pelaut pulang dengan senyuman
Dan petani bahagia dengan hasil buminya.


Sumenep, 01 Agustus 2020

Zaini Dawa

Tidak ada komentar:

RAPUH

Puisi Prosais (Zaini Dawa) Bisaku tawar dalam sunyi Lenyap sapa ronta aksara Tampak rupa kurasa hilang kujaga Betapa rapuhnya aku menanggung...