Jumat, 03 Juni 2016

Panorama indah berbuah lebat



(Cipt: Zaini Dawa)

Kini tinggal aku yang tersisa....
Dari kebaikan orang-orang yang tertinggal
Daun-daun muda begguguran sebelum waktunya
Mencoba bertahan sebelum menyesal

titah di anggap berkarat dan tak berkilau
tak mampu menusuk waktu menembus kalbu
Aku mau menyempu dan merayu
Memainkan lagu bukan menopang dagu

Semediku menunggu telur sampai meretas
Melukiskan sketsa mimpi di atas kanvas
sebagian catatan hampir saja tuntas
Musnah karena secarik kertas

biarkan, Tuan-tuan disana berbicara bebas
hancurkan prasasti memuja formalitas
Berteriak kencang dengan suara awas
Menghantam gemuruh tanya yang melintas
Asal puas tebas kualitas

Menjadi  kebanggaan bukanlah mudah
Setiap sisi tercecer titik-titik jenuh
mengawali setiap langkah dengan basmalah
jalani dengan ramah penuh gairah
meng-asingkan keluh kesah merangkul petuah
panorama indah berlalu tak terjamah
ketentuan arah menuai masalah berujung pasrah
malah seperti hujan jadi bencana atau berkah
Ali-alih berbasis masalah tahu-tahu berbuat ulah

Tunggu lima belas tahun kedepan
Buahnya lebat dan menakjubkan
Pahit manisnya pasti dirasakan
generasi muda kelinci percobaan
Menjadi warga negara yang utuh
atau berketuhanan yang Patuh..????

puisi perpisahan (2) 2016 (dalam tempurung)



DALAM TEMPURUNG

Cipta:Zaini Dawa 


Teman-temanku...
Semua pelajaran telah selesai
Ujian nasional pun juga usai
Semuanya telah berlalu
Namun nafasku terus melaju
Takkan berhenti membangun mimpi
Biarpun terhalang lautan api

Selama ini kita bak dalam tempurung
Kini saatnya luruskan punggung busungkan lambung
Terbang tinggi seperti burung-burung
Hinggapi ranting-ranting segar berbunga lembayung

Kini ... Tengadahlah...
Lihat langit dengan butiran bintang-bintang
Berpijar berkedipan menari berdendang
Jauh terpandang namun terlihat terang
Mutiara perpisahan sudah terpasang
Terlukis nyata diatas pintu gerbang
Aku rela terbuang
Untuk menjadi bintang

kami tahu indahnya kebersamaan
kami paham manisnya pertemuan
kami mengerti pahitnya perpisahan.
Yang belum dapat kami rasakan
Bagaimana mengayunkan langkah
Bila terasa lumpuh
bagaimana membuang sedih
bila ter-enyuh kenangan masa bodoh

puisi perpisahan (3) 2016 (do'a dan harapan)



DOA DAN HARAPAN 
Cipta: Zaini Dawa

Guru...
Ingin selalu kucium jemari tanganmu
Seperti kucium jemari tangan ibuku
Aku ingin selalu ada di hatimu
Dicintai dan mencintaimu selalu

Walau gerbang perpisahan baru terbuka
Namun benih-benih kerinduan sudah terasa
Bagaimana kelak aku menjalaninya
Sementara kasih sayangmu tidak bisa aku bawa

Shahabat-shahabatku....
Sebagai penghormatan kepada mereka
Angkat tanganmu Tundukkanlah kepala
busungkan dada heningkan pikiran selipkan do’a

Ya Allah...
Ampuni dosa-dosa guru kami
Dan dosa-dosa kedua orang tua kami
Bukan tangan mereka yang kotor
Tapi, tubuhku yang berdebu dan berlumpur
bukan karena tega, tapi tak kuasa
Menyaksikan piaraanya terlindas kereta
Setiap pagi berteriak-teriak seperti orang gila
Menghitung waktu dengan segenggam asa

Lalu bayangkan......
Pantaskah kau pergi begitu saja
Tinggalkan rona senyum mereka
bersama tumpukan dosa-dosa kita
tampa maaf sebagai penyesalan
tampa ridlo sebagai harapan.

Ya allah ...
Ampuni kesalahan-kesalahan kami
Sungguh besar dosa yang kami miliki
Tak sanggup kami pergi
Membawa dosa yang bertubi-tubi
Terlilit rasanya langkah kaki
Bila tidak Engkau ampuni
Tegur kami... bahkan hukum kami...
Bila dosa ini kembali ter-ulangi

Dengan kerendahan hati
Kugadaikan roh kami
Sebagai jaminan taubat kami
Selamat berpisah
Salam satu do’a
Gapai cita-cita

puisi perpisahan (1) 2016 (tak kan lunas terbayar)

TAK KAN LUNAS TERBAYAR
Cipta: Zaini Dawa

Dulu....balonku ada lima
Kini...... berganti cinta gila
Dulu.....aku belajar berhitung
Kini......pandai mencari untung
Dulu.....aku belajar membaca dan menulis
Kini......lihai berkata romantis

 Guru...
Engkaulah sang pahlawan
Pantang menyerah gigih melawan
Tak merengek karena peliknya kehidupan
Tak rapuh dihantam kerasnya persaingan
Tak lapuk dimakan makan aib jabatan

Tangan dingin dan kehangatan pribadi
Suburkan setitik benih yang belum berarti
Mengangkat martabat setinggi mentari
Menghiasinya dengan pesona pelangi
Namun, Apa yang dapat kubayarkan
Tak lunas seperti yang kau pinjamkan

Banyak waktu tak terbagi
Sibuk menata hari lupa bersolek diri
Seperti badut tua bernyanyi dan menari
Menyambangi  setiap jiwa dengan sepotong roti
Menceritakan bunga mekar dan mewangi
sembari tersenyum melihat muka berseri-seri
menaruh hasrat di pangkuan ibu pertiwi
Membangun altar dengan potongan-potongan grafit murni

Ketulusanmu ter-uji
Kemampuanmu ter- puji
Walau sejemput emosi datang silih berganti
Rasa ingin tahuku kau rangkul kau hargai
Dijunjung tinggi seperti anak sendiri
Dibelai manja dengan sentuhan hati nurani
  

RAPUH

Puisi Prosais (Zaini Dawa) Bisaku tawar dalam sunyi Lenyap sapa ronta aksara Tampak rupa kurasa hilang kujaga Betapa rapuhnya aku menanggung...