Selasa, 03 November 2020
CINTA SEJATIKU, puisi paling romantis bikin sensitif kaum remaja
Jumat, 30 Oktober 2020
9 Bantuan bantuan Pemerintah Hadapi covid 19
2. Subsidi Gaji
Pemerintah juga memberikan subsidi gaji kepada karyawan yang terdaftar dalam BPJS Ketenagakerjaan yang memiliki gaji dibawah lima juta. Bantuan yang diterima adalah sebesar Rp 600.000 perbulan selama empat bulan.
3. Bantuan Listrik Gratis dari PLN
Pemerintah memberikan subsidi gratis untuk listrik bagi pengguna daya 450 VA. Untuk pengguna daya 900 VA juga mendapatkan potongan sebesar 50%.
4. Uang Pulsa bagi ASN, Siswa, Mahasiswa, Dosen, dan Guru
Pemerintah memberikan pulsa gratis untuk mendukung kegiatan WFH dan Pembelajaran Jarak Jauh atau PJJ. Besaran pulsa yang diberikan adalah Rp 200.000 hingga Rp 400.000.
5. Bantuan Presiden untuk UMKM
6. Program Keluarga Harapan (PKH)
PKH memang diluar bantuan covid, namun penerima PKH masih mendapat bantuan tambahan manfaat dari pemerintah berupa sembako
Presiden Joko Widodo telah memperluas jumlah penerima manfaat PKH, dari 9,2 juta menjadi 10 juta penerima. Selain itu, pemerintah juga memperbesar nilai manfaat PKH menjadi 25%
7. Kartu Sembako
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menambah tunjangan kartu sembako murah sebesar Rp50.000. Dengan adanya tambahan ini, maka penerima kartu sembako akan mendapatkan manfaat sebesar Rp200.000 dari sebelumnya Rp150.000.
Dengan penambahan tersebut, maka pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp43,6 triliun. Penambahan Rp50.000 tersebut akan berlangsung selama 6 bulan.
8. Bantuan BLT Dana Desa
sebagian Dana Desa juga segera dialokasikan untuk bantuan sosial di desa yang diberikan kepada kurang lebih 10 juta keluarga penerima dengan besaran Rp600.000 per bulan selama 3 bulan dan total anggaran yang disiapkan adalah Rp21 triliun.
9. Bantuan Sosial Jabodetabek
Pemerintah akan memberikan bantuan langsung tunai (BLT) sebesar Rp600 ribu per kepala keluarga tiap bulan. Di mana, BLT tersebut akan berlangsung selama 2-3 bulan.
BLT tersebut di luar bantuan-bantuan lainnya. Di mana akan befokus di daerah Jabodetabek.
Kamis, 29 Oktober 2020
Selasa, 27 Oktober 2020
SUMPAH AMUKTI PALAPA SUMPAH PEMUDA | puisi pahlawan 28 Oktober
Isi sumpah palapa (Oleh Patih Gajah Mada)
"Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tañjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa."
Artinya, "Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikian saya (baru akan) melepaskan puasa."
SUMPAH PEMUDA (oleh pemuda dan pemudi Indonesia)
Pertama:
Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedoea:
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga:
Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
SUMPAH AMUKTI PALAPA SUMPAH PEMUDA
Karya:
ZAINI DAWA
Selasa, 13 Oktober 2020
Sabtu, 10 Oktober 2020
CINTA DAN KEMATIAN PENYAIR
Kamis, 01 Oktober 2020
RINDU APA INI
Rabu, 16 September 2020
KASIH IBU
Engkau wanita tercantik di dunia
Kemewahan permata memudar di pipimu
Luasnya samudera
Tingginya langit
Beratnya bumi
Hanyalah sesuap nasi di ujung jemarimu.
Engkau mencintaiku
Jauh sebelum aku berharga
Sampai tujuh bidadari menyunting bunga-bunga
Engkau tetap tersenyum dengan rona kenakalanku.
Di dalam lesung pipimu
Kutemukan senyum dan air mata.
Samudera kasih yang terbaca
Lewat garis-garis di keningmu
Ibuku pahlawanku
Ibuku bidadariku
Aku tak mungkin memindahkan surga di bawah telapak kakimu
Dengan apapun
Apapun
Apapun itu
Jantungku berdenyut dalam detak do'a-do'amu, ibu
Nyawamu kau jadikan saluran nafasku
Menyatu dalam butiran-butiran darah
Setelah itu engkau tiada
Dan aku menjadi bocah yg terbuang dari sayap malaikat.
Sumenep, 19'09'20
Zaini Dawa
Kamis, 10 September 2020
NEGERI DI BALIK API
Cintamu...
Bersemi di balik api
Liar menjalar
Berkobar menebar abu jahannam di negeriku.
Keringat bicara api
Air mata bicara api
Tangan bicara api
Api membara keji beraksi
Kanibal elit memangsa bangsa sendiri.
Hutan-hutan sepi kicau burung
Pasar-pasar sepi pengunjung
Gunung-gunung ditinggal petualang
Dan ranting-ranting kering
adalah selingkuhanmu menangkis tuding.
Ego menyala
Serakah membara
Cintamu membakar aroma do'a
Hilang pura-pura
Dusta berganti.
Engkau bersiul
Tenggelam kenikmatan
Larut ke dalam secangkir kopi hitam
Sisa permainan api semalam.
Aku mengorek tumpukan abu yang terpanggang
Di sini ku temukan
Cintaku hangus
Rinduku hangus
Mimpiku hangus
Harapanku hangus
Kebenaran hangus
Keadilan hangus
Dilalap sumpah yang tidak becus
Dan urat malumu yang terputus.
Sumenep, 06'09'20
Zaini Dawa
Rabu, 09 September 2020
PUISI DUET_PENGKHIANATAN CINTA DAN KUDETA CINTA
Semilir angin mengusap rasa yang pernah merajai hati
Tersirat bayangan sendu
di ruang hasrat imaji
Kidung asmara mendesah nafas pilu di setiap eja
Merasakan pahitnya titian sapa diretas kudeta cinta.
Rasanya aku ingin mencungkil mataku
Dan menutupinya dengan bayangan hitam di pundakmu
Tapi, itu tidak mungkin
Karena aku masih ingin melihat akhir kisahmu
Kisah bersamanya yang kau pertaruhkan atas diriku
Sekalipun sangat menyakitkan.
Kemanakah kiranya hatimu bertandang
Menjemput seruas hasrat dalam satu pandang
Membawa serpihan-serpihan fatamorgana
Memadukan waktu dapat ku peluk erat mesra.
Aku tidak mampu melawan kehendak tuhan
Yang menunutunku melalui isyarat kedip rembulan
Ketika burung-burung camar menari
Menanti kehangatan mentari pagi
Airmata adalah caraku berbicara tentang langit yang terlihat kosong.
Kepada hujan yang selalu bercerita
Melalui irama rintik tulus beningnya
Seperti bait-bait rinduku yang kerap berharap
Suatu saat ia akan menetes membasahi hatimu.
Kepada awan yang menyimpan pelangi
Kepada angin yang menggoyang ilalang
Kepada ranting yang menaggung putik dan benangsari
Aku mengutuk bayangan mesra di depan mataku sendiri...
Sebuah kenyataan yang tak pernah aku bayangkan akan terjadi dalam hidup ini.
Engkau benar-benar keterlaluan
Tidak memperhatikan bagaimana hancurnya hatiku.
Aku tidak perlu menghitung detak jantugmu
Ataupun mengukur kedalaman air matamu
Semuanya bergerak tiba-tiba dan menjadi kaku
Semuanya berjalan seperti yang dinazarkan kupu-kupu.
Dari semua kata sedih yang pernah aku katakan
Tak lebih menyiksa dari penghianatan.
Meleleh... Membara... dan mendidih...
Di dalam tubuhku yang dulu pernah engkau kagumi.
Engkau adalah elok senja yang dikalahkan angin
Bertaut selaksa riuh gelap di bibir cakrawala langit jingga
Aku tidak marah...
Aku hanya kecewa...
Kecewa yang menutup semua pintu rayu
Hatiku seperti mobil mewah.
Cukuplah dua pintu saja.
Satu pintu untukmu dan satu lagi untuk yg menguasaiku
Sumenep, 01 sept 2020
Zaini Dawa
#
##
Keterangan:
https://youtu.be/uyDZxlDJoyE
Puisi ini merupakan gabungan dari dua puisi yang berjudul "Pengkhianatan Cinta" (ditulis font italic) dan "Kudeta Cinta." (ditulis font bold)
Puisi ini sengaja dibuat untuk memenuhi konsep kolaborasi pembacaan puisi.
Sangat cocok sekali bila "Pengkhianatan Cinta" dibacakan oleh suara wanita. Sementara "Kudeta Cinta" dibacakan oleh suara laki-laki.
Jumat, 21 Agustus 2020
Reaksi Bom Hiroshima Nagasaki
Ketika Hiroshima Nagasaki berguncang
Sontak teriak bangsa
Serentak di seluruh tanah air Indonesia
Samudera irkut bergetar menggulung ombak
Langit turut terbelah membuka cakrawala indah
Gunung-gunung turut melontarkan salam kemerdekaan
Indonesiaku satu...
Satu nafas...
Satu rasa...
Satu kata....
Satu cita-cita untuk satu Indonesia
Merdeka...
Merdekaaa...
Mereka terusir dari tanah pertiwi
Hengkang menelan kekalahan
Pulang bertelanjang badan
Dilucuti segala ototnya dari urat nadi.
Lunglai... jadi jasad tanpa rokh
Linglung... membawa beban tubuh sendiri
Tak bedaya menapaki jalan-jalan bumi ini.
Tiang merah putih terpancang di seluruh nusantara
Tegak seperti bulu kuduk menancap di sekujur tubuh
Semesta bertakbir..
Semesta menangis...
Semesta merinding...
Indonesiaku
Bangkitlahhh...
Engkau yang gagah tak boleh mengerang kesakitan
Engkau yang perkasa tak boleh hilang wibawa.
Oohhh... Rupanya..
Dahsyatnya ledakan bom atom di sana
Juga terasa sampai di sini
Sekarang...
Di dadaku...
Ketika ku temukan sisa-sisa penjajah baru yang tak kasat mata
Mengguncang perahu bangsa
Beramai-ramai gelar layar berkembang
Berebut kemudi saling baku hantam
Di tengah samudera membentang
Retak seribu hilang arah
Oh, kemana bangsa ini akan berlabuh..?
Ke pulau kapuk atau ke pulau sayur??
Tergantung...
Siapa yang sesungguhnya merdekaa..
Sumenep, 20 Agustus 2020
Karya:
(Zaini Dawa)
Selasa, 28 Juli 2020
KUMPULAN PUISI PERJUANGAN
PENJAJAHAN BELUM BERAKHIR
Cantiknya ibu pertiwi mengemas berlian
Tumpah mewah pesona keagungan
Bertabur puja di kening dan dada
Serta tersembunyi di dalam perutnya
Mata dunia tersihir
Banyak penjajah datang menjarah
Disekap bergilir berabad lamanya
Ibu pertiwi menjerit menahan sakit
Sakitnya hentakan kaki prajurit
Derap yang menggetarkankan seisi dadanya
Ibu pertiwi lalu berbisik
"Kita dijajah nak...
Ditindas...
Hak kita dirampas.
Melawanlah..!!
Karena diammu adalah kesengsaraanmu dan penderitaan anak cucumu.
Yakinlah pasti menang
Merdekaaa..."
Bisikan itu
Nyalakan kobaran semangat
Para pahlawan bangsa
Tak ada gentar melawan perbudakan
Tak pernah menyerah sekaipun peluru menyumbat aliran darah.
Oohh.. katakan padaku
adakah yang lebih menyeramkan dari pada menyusuri hutan
Membelah sungai di tengah malam
Jurang terjal berbau anyir
Kaki bertelanjang mengejar inti kegelapan
Tapi, itu terbayang seperti bermain di taman.
Merdeka atau mati..!!
Kata itu meletupkan jutaan peluru kemarahan
Merdekaa..!
Atas nama cinta
Mereka menahan rantai kematian
Sawah dan ladang...
hutan dan gunung
Tumbuh kekuasaan manusia biadab
Ibu bapaknya telah lama gugur sebelum berbunga
Karena Menampik dera cambuk rumosa.
Demi cita-cita kemerdekaan
Meraka menahan sakit
Sakit yang tak tersentuh obat
Luka yang yang tak menyentuh rasa
Karena rasa itu tak lebih menyakitkan dari pada penghambaan
Merdeka atau mati..!!
Kata itu memacu derap kuda dan binatang jalang
Tangan mengepal langit dijungjung
Bumi direntak kabut pekat dibabat
menakjubkan sekali...
Dalam darah mengalir nyanyian kemenangan
Paduan kekuatan dan keringat yang mungkin terlupakan.
Kini sudah sampai pada waktunya
Masa depan yang tak terlalu jauh.
Dari luka masa lalu hingga hari ini...
bukan lagi tentang daging yang menganga
Bukan lagi tengtang darah yang tumpah
Sepuluh pemuda yang kala itu diharapkan
Sepuluh copet yang datang berbatik kebesaran
Menua kelilipan cahaya kekuasaan.
Wahai Bung Karnoe...
Bangkitlahhhh...!
Lihatlah bangsamu...!
Penjajah yang dulu engkau lawan
Kini berganti wajah menyerupai kawan
Musuhmu adalah antek-antek asing
Musuhku adalah bangsa sendiri.
Perjuanganmu belum usai bung...!
Engkau menentang penjajahan
Aku menentang ketidak-adilan
Kebenaran diasingkan tersiram air keras
Kejujuran disingkirkan secara misterius
Kejahatan berkoalisi dalam birokrasi.
Ini ironis bung...!!
Engkau minta sepuluh pemuda
Aku minta sepuluh orang tua
Untuk meng-orang-tuakan mereka yang duduk disana
Akan aku angkat martabat bangsa
Yang terlihat seperti panggung sandiwara
Disoraki kaum buruh, petani, dan pedagang kaki lima
Setelah itu semua terdiam tidak ada apa-apa
Kecuali menunggu kisah berikutnya
Ini dramatis bung...!!
Ohh Bung Tomo.
Bangkitlahh...
Lihat sejenak
Kemerdekaan yang engkau mimpikan
Hari ini benar-benar nyata kita rasakan
Merdeka menjadi apa saja
Merdeka mau ber-apa saja
Kebebasan menampuk kuasa
Kebabasan menumpuk suka.
Tanah pertumpahan darah yang dulu kau teriaki
Kini terbangun gedung-gedung konspirasi
Allaaaahu akbarrr...
Teriakanmu telah membakar semangat juang bangsa
Sampai saat ini...
Masih sering aku dengar
Di gorong-gorong massa dalam penokohan
Di celah-celah bebatuan dalam bidikan.
Wahai jenderal soedirman...
Bangunlah...!
Angkat senjatamu jenderal..!!
Bangsa ini sudah kehilangan taring
Merahmu seperti tentara kehilangan benteng
Putihmu seperti kembala hilang kekang
Indonesiaku terlahir sebagai republik
Berkibar bersama terpaan polemik
Dari sabang sampai merauke
Disantuni hutang hukum
Hutang mata
Dan
Hutang janji-janji
Jenderal...
Berilah aku sepuluh pelor..!
Akan aku habisi tupai-tupai ladang
Dan tikus-tikus liar di lumbung
Aku ingin bangsa ini bersih dari sapu kotor
Bangsa ini titisan air mata dan darah kental
Bukan warisan pemilik modal dan kaum feodal
Mereka pelempar peraturan basa-basi
Serta perdagangan dengan peraturan revolusi.
Wahai pahlawan-pahlawan bangsa...
Bangkitlah..!
Sehari saja
Periksalah kembali gulungan ombak..!!
Sampaikah ia ke bibir pantai.
Periksalah gunung-gunung dan hutan..!!
Masihkah ia menyimpan kekayaan.
Periksalah mata air di negeri ini...!!
Masihkan ia menjadi mata kehidupan.
Periksa juga sungai-sungai dan lautan
Masihkah ia mengalirkan kemakmuran.
Aku ingin negeriku menjadi surga dunia
Dimana burung garuda gagah mengepakkan sayapnya
Burung cenderawasih mesra memainkan bulu-bulunya
Menyambut pelaut pulang dengan senyuman
Dan petani bahagia dengan hasil buminya.
Sumenep, 01 Agustus 2020
Zaini Dawa
Rabu, 08 Juli 2020
PENGKHIANATAN CINTA
Rasanya aku ingin mencungkil mataku
Dan menutupinya dengan bayangan hitam di pundakmu
Tapi, itu tidak mungkin
Karena aku masih ingin melihat akhir kisahmu
Kisah bersamanya yang kau pertaruhkan atas diriku
Sekalipun sangat menyakitkan.
Menanti kehangatan mentari pagi
Airmata adalah caraku berbicara tentang langit yang terlihat kosong
Kepada awan yang menyimpan pelangi
Kepada angin yang menggoyang ilalang
Kepada ranting yang menaggung putik dan benangsari
Aku mengutuk bayangan mesra di depan mataku sendiri...
Sebuah kenyataan yang tak pernah aku bayangkan akan terjadi dalam hidup ini.
Tidak memperhatikan bagaimana hancurnya hatiku.
Tak lebih menyiksa dari penhgkhianatan.
Meleleh... Membara... dan mendidih...
Di dalam tubuhku yang dulu pernah engkau kagumi.
Aku hanya kecewa...
Kecewa yang menutup semua pintu rayu.
Zaini Dawa
Rabu, 01 Juli 2020
Jumat, 26 Juni 2020
Sendiri Kesakitan
Kesendirianmu seperti butiran air hujan dalam aliran darahku
Tak pernah reda mengorek rinduku untukmu
Kesakitanmu telah membuat
dadaku terbelah
Tiada henti-hentinya meneteskan air mata darah.
Keadaanmu mejadi dilema perjalanan matahari
mewakili bekunya embun pagi.
Walau gemerisik angin mengundang gerimis.
Sekalipun dalam keadaan sekarat
Rabu, 24 Juni 2020
MASIH
Dan masih tetap aku jumpai
sampai saat ini.
Suara yg berkelana diantara tidur dan jagaku
Memutar kembali sketsa derama percintaan
Yang sempat dimainkan badai dan taupan.
Dan hari-hari yang tak pernah lepas hingga aku menemukanmu.
Terluka...
Pada saat dia mabuk
Tertekan...
Pada saat dia terhimpit.
Aku memang tak terlihat apa-apa
Aku sadari lukamu itu sebuah patahan
Tak mungkin disambung dengan benang murahan
Yang mudah ditemukan di pinggir jalan.
Selasa, 23 Juni 2020
BUNGA LAYU DALAM KACA
Setangkai bunga
yang kau simpan dalam kaca
Tangkai itu...
Telah patah seribu
Dan bunga layu tiada bermadu.
Demi cinta..
Telah aku tahan beribu suka dalam batin
Telah aku korbankan waktuku untuk menganyam sebilah mimpi
Hingga ku abaikan usia matahari..
Aku terbuai desir lembut angin
Yang menepikan buih-buih di lautan
Melambaikan rumbai-rumbai janur kuning
Menyalami jiwa yang nyaris mati tergantung.
Terbayang balutan luka yang terlihat akan indah pada masanya
Seakan-akan akulah satu-satunya cinta yang akan engkau genggam
Nyatanya aku terbuang jatuh tertimpa tangga
Aku seperti kelana angin tak bermusim
Sepi...
Sunyi..
Sendiri..
Korban kebutaan cinta
Zaini Dawa
Senin, 15 Juni 2020
KUDETA CINTA
Semilir angin mengusap rasa yang pernah merajai hati
Tersirat bayangan sendu di ruang hasrat imaji
Kidung asmara mendesah nafas pilu di setiap eja
Merasakan pahitnya titian sapa diretas kudeta cinta.
Kemanakah kiranya hatimu bertandang
Menjemput seruas hasrat dalam satu pandang
Membawa serpihan-serpihan fatamorgana
Memadukan waktu dapat ku peluk erat mesra.
Aku tidak mampu melawan kehendak tuhan
Yang menunutunku melalui isyarat kedip rembulan
Kepada hujan yang selalu bercerita
Melalui irama rintik tulus beningnya
Seperti bait-bait rinduku yang kerap berharap
Suatu saat ia akan menetes membasahi hatimu.
Aku tidak perlu menghitung detak jantugmu
Ataupun mengukur kedalaman air matamu
Semuanya bergerak tiba-tiba dan menjadi kaku
Semuanya berjalan seperti yang dinazarkan kupu-kupu.
Engkau adalah elok senja yang dikalahkan angin
Bertaut selaksa riuh gelap di bibir cakrawala langit jingga.
Sumenep, 01 sept 2020
Zaini Dawa
Rabu, 20 Mei 2020
Riuh Dalam Sunyi
Tuhanku menitip salam kepada angin
Dengan bahasa yang indah dan santun..
Bersemilir meniupkan sesak meraba bumi
Dan menciumi dedaunan yang mendurhakai matahari.
Mampuslah kau manusia dilumat sendiri
Hai para pendusta
Hai para penista
Yang telah mengotori masa
Serupa kecowa kecil dalam sepatu
Mingkem terbungkam aneh-aneh dan lucu.
Tersayat ketakutan
Terjebak keterpurukan
Digertak serdadu bisu hingga berlutut
Tutur sapanya yang sepi bergemuruh
Mengembalikan jiwa yang jauh nan rapuh
Dari peluk sunyi yang tertulis pada pelepah kurma
Dan terdiam kembali ke dinding rahimnya.
Seraya memahami setetes air laut
Yang menempel ujung jarum.
Zaini Dawa
Minggu, 17 Mei 2020
PUISI PERJUANGAN_sajak pemberontakan
1- Genderang Perang
Jerit tanah yang menganga
Melontarkan aroma kembang menebar keminyan
Amis bau nanah sepanjang nusantara
Bagai menabur geliat debu panas di tengah gurun.
Pekik batu yang melapuk
Remuk ditikam belalak
Segenggam abu terbakar
mengerang di wajah-wajah leluhur
Menghembuskan nafas geram
Diantara rumput hijau bekas tersiram darah.
Teriak air beriak menggertak guntur di langit
Mengundang turunnya hujan dan cambuk halilintar
Gelegar-menggelegar di ubun-ubun mimpi..
Tabuhkan genderang perang di ceruk jantung
Untuk mebayar hutang darah yang tumpah tak berharga.
Raut muka yang kusam
Tak sanggup lagi menahan dera
Ia acungkan telunjuknya ke langit
Dan menyelupkannya ke dasar laut
Lalu mengasahnya pada taring Gajah Mada
Kepada tanduk Hayam wuruk
Kepada cakar Ayam Jantan dari timur
Hingga lahir Sumpah Pemuda.
Tanah airku...
Larut dalam ronta kepalan tangan dan barisan prajurit
Ini tulangku sendiri...
Ini darahku sendiri...
Terbungkus dagingku sendiri...
Semuanya untukmu merah putihku.
2- Sekali Merdeka Tetap Merdeka
Ludah yang terbuang pantang kembali pulang
Sekali meradang tetap menerjang
Sekali merdeka tetap merdeka
Tak peduli patah tulang ataupun tubuh berlubang
Bahkan ancaman kematian tak ku hiraukan.
Merdekaaa...
Sungai-sungai dan jembatan memerah
Gunung, hutan, dan lautan terlihat gundah
Di jalan dan alun-alun mayat-mayat berserakan
Jantung itu sepi.. menjadi kota mati.
Baju pertempuran terseok diterpa kemalangan
Berlumpur darah menumpuk riuh di raut kekasih.
Air mata yang tersisa meneteskan sumpah
Lebih baik mati berkalang tanah
Dari pada hidup menjadi sampah.
Bumi rata dengan kebisingan tembang kelana
Syair-syair pewayangan berirama sabda
Mengalir dari keriput seorang kakek tua
Seruan rokh-rokh leluhur berbunga.
Hari ini..
Sajak-sajakku bergerak mencarimu
Untuk menyatukan mimpi-mimpimu yang masih mengambang.
Di sini...
Aku temukan Ajeng Kartini tersenyum pucat
Dan Ki Hajar Dewantara enggan menatap wajahku.
Entahlah...
Apa gerangan pikirkan..?
Di sudut yang lain
Aku temukan Pangeran Arya Wiraraja tertunduk lesu
Dan Jenderal Soedirman masih bertahan dalam tandu
Entahlah...
Apa gerangan pikirkan..?
Aku malu dan terpukul
Sepuluh jemariku menghujani wajah
Setelah aku tahu mereka kecewa
Ketika kemerdekaan ini dikira kebetulan saja.
3- Perjalanan Bangsa
Oowwhhh sayang..
Tatap mataku..!!
Tataplahhhh ....!!
Mata yang perih melihat kekejaman perang
Terbayang bagaimana sakitnya terpisah dengan orang tersayang
Bagaimana rasanya berselimut ranjau berguling granat
diseret seperti binatang
Pedihnya daging dikuliti
Perihnya delapan puluh ribu anak-anak kelaparan
Dirantai
Dicambuk
Disilet
Dilindas
Dicabik-cabik
Rasanya mati perlahan-lahan
Rasanya merobek nadi
Rasanya jari terputus
Rasanya disiram air keras.
Tatap mataku kawan..!!
Tataplahhhh ....!!
Mata yang berbinar-binar melihat kekayaan negeri
Tiba-tiba menghilang dalam kantong gratifikasi
Pohon jati, pohon ulin, dan isi perut bumi
Lenyap hanya dalam satu sasi
Tatap mataku pakk..!!
Tataplahhhh ....!!
Mata yang lelah oleh kantuk semalam menghitung bintang-bintang
Tak satu-pun bersinar dengan cahaya terang
Terlena janji hujan kepada rerumputan
Seperti yang dijanjikan saat bergantung di pohon dan di pinggir jalan.
Tatap mataku pakk..!!
Tataplahhhh ....!!
Mata yang bosan melihat perjalanan bangsa yang baru melangkah
Kemunculan manusia doraemon dari balik beton
Menimbulkan jerit keluh terlontar di belakang plat merah
Pergeseran nilai-nilai kepahlawanan ambyar edan.
Tatap mataku..!!
Tataplahhhh ....!!
Mata yang lepek oleh hukum yang tumpang ketimpangan
Keputusan seperti mata linggis yang jatuh dari langit
Tak mungkin ditangkap oleh tangan-tangan berkarat.
Mataku semakin penat
Menyaksikan penjara tanpa jerat
Hukuman seperti sambal bakso
Tanpa jera tetap berleha-leha
Setahun menderita seabad sejahtera.
Tanah air ini terus menerus tergerus
Rumah kecilku menyimpan tikus-tukus besar
Bangsa ini dipreteli semaunya saja
Dengan memelihara kucing anggora.
4- SAJAK PEMBERONTAKAN
Aku adalah setetes sajak..
Sajak yang beriak dari peluh nenek moyang
Sajak yang tak mau diam dalam kemunafikan.
Karena sajakku adalah pemberontakan
Melawan bromocorah-bromocorah adipati
Melawan denawa-denawa senopati
Penyamun kekuasaan
Begal kemerdekaan dan keamanan.
Adigang... Adigung... Adiguna...
Aku tak bisa membayangkan
Bagaimana jadinya negeri ini bila dikuasi bromocorah dan denawa
Keamanan dan kemakmuran tertutup laporan
Kesejahteraan dan keadilan hanya di layar kaca.
Gelap mataku
Buta matamu
Gatal mata kelilipan mata uang
Main cara main mata
Pasang mata dimana-mana.
Dalam pertempuran ini kau boleh teriaki aku kalah
Kau boleh tudingkan telunjukkmu ke mataku
Tapi, ada sesuatu yang perlu kamu ingat
Aku adalah sarang jiwa manusia-manusia lemah...
Darinya menetaskan ribuan sajak...
Menyelami kedalaman pikiranmu
Yang memuntahkan bilur-bilur kebosanan.
Ooohhh...
Kemana mereka yang mengaku pahlawan?
Yang katanya siap mengabdi mengisi kemerdekaan?
Dimanakah santun sapamu kepada bangsa?
Kecuali..
Santunan siapa lagi yang belum tiba
Gonjang-ganjing peraturan kolot
Dibawa saku rekening gendut
Serta kebijakan atas paduan suara kolega
Sanak famili... dan keluarga...
Kemana mereka yang mengaku patriot
Yang katanya berdaulat kepada rakyat?
Dimanakah mereka bersembunyi
Di saat jati diri bangsa terombang ambing keraguan
Antara menjadi warga negara yang utuh
atau berketuhanan yang patuh..?
Oooohhh...
Kemanakah mereka yang bangga dengan kidung ibu pertiwi?
Yang katanya lebih elok dari pada suara adzanku?
Dimanakah gemulai gerak tarian iramanya?
Yang katanya semurni puja kepadanya.?
Di saat bangsa ini menjadi boneka hello kitty
Mereka hanya mengangguk-ngangguk
Geleng-geleng kepala
Menganga serupa catut di atas meja.
Dimanakah kalian semua
Keluarlah...
Sapalah pahlawan-pahlawan bangsa
Yang enggan menjawab salamku.
Sumenep, 4 Agustus 2020
Karya: Zaini Dawa
Kamis, 30 April 2020
ISOLASI ROMADLAN
Bulan suci, bulan yang dinanti-nanti
Jiwa-jiwa yang ingin berjumpa denganmu
Melebihi rindunya kemarau pada tetes air hujan
Terbias cahaya matahari tercelup di lautan
Dan tabuhan beduk membuka tabir ma'rifat
Pada seruput pertama seteguk syari'at.
Bulan yang dinanti-nanti.
Hadirmu didamba orang-orang yang berjiwa tenang
Dan engkau datang pada saat bumi seperti sangkar barung
Engaku ajari kami i'tikaf dan isolasi
Serta menjalani karantina
Hanya untuk berlama-lama
denganmu.
Sumenep. 30'04'20
Kamis, 09 April 2020
AKU MencintaiMU Melebihi BATAS
Aku ingin mesra bersamamu
Dalam hening dan jiwa yang tenang
Dalam ruang yang kini mulai sepi ditinggalkan.
Kita cukup berdua
Menindik ketakutan yang bersembunyi di balik baju
Dan kepatuhan yang tak patut tersimpan dalam buku
Virus itu ada diantara buah dadamu
Biarkan aku menidurimu hingga subuh
Dan jiwa kepenyairanku tenggelam
Menggila ke dalam lekuk tubuhmu yang indah.
Engkau tetap abadi di dalam hati
Dan gemuruh itu mati
Oleh rindu dan panasnya percintaanku.
Mati malam ini seharum kasturi
Atau...
Hidup menyaksikan satu orang cuci tangan
Diantara jutaan batin mati kelaparan.
Zaini Dawa
(Sumenep, 08'04'20)
Jumat, 03 April 2020
NEGERI INI AKAN BANGKRUT
-------------------
NEGERI INI AKAN BANGKRUT
Dampak covid-19
*Rangkuman: Batampos.co.id* rabu 1 April 2020-11.35 WIB.
Kini, rakyat Indonesia sedang menghadapi monster mematikan, memberikan dilema yang sangat berat.
Aamiin...
Sabtu, 14 Maret 2020
CORONA DALAM SAJAK TUHAN
Demi laboratorium dan perpustakaan
Yang mereka jadikan kebun
Para pemikir sibuk dengan penelitiannya
Hingga melupakan arsitek pengembang akal manusia.
Dan sajak-sajak yg ditemukan olehnya
Dalam sajak-sajak yang tidak diketahui kapan penciptaannya.
Qaff itu menggertak-kejutkan beratus negara
Mereka ketakutan yang sangat hebat
Geger bersama jarum jam yang mereka buat
Kebun-kebun mereka hangus seperti terbakar
Ketakutan sekali...
Melebihi belalak mata Munkar
Hanya dengan serdadu-serdadu kecil
Menutup ruang gerak dan gerbang kebajikan
Seperti menutup pintu kematian
Demi pengetahuan yang mereka banggakan
Dan ayat-ayat yang mereka dustakan
Bangsa ini seperti bonsai yang terlempar
Oleh tangan-tangan yang menyembunyikan batu.
Kau terlalu kecil
Untuk membinasakan kehidupan.
Kau terlalu muda
untuk melumpuhkan geliat manusia raksasa
Yang konon dunia ini hanya selebar daun kelor.
Qaff dan nun menyebar
Mencari Ro' yang hilang dari dalam tenggorokan manusia.
Senin, 09 Maret 2020
BAHAYA NGUTANG
A. Tekstual
Berhutang/ngutang adalah uang yang dipinjam dari orang lain dan punya kewajiban membayar kembali (KBBI)
Berhutang/ngutang adalah membeli sesuatu dengan tidak membayar pada saat terjadi transaksi. Misalnya, membeli beras hari ini bayarnya di kemudian hari.
Kalau pinjam, barang yang dikembalikan harus barang yang tadi dipinjam. Biasa ini terjadi diluar bisnis.
Secara spesifik mengenai hukum pinjam-meminjam atau hutang piutang, penulis tidak menemukan dalil khusus yang menyebutkan tentang itu (pinjam-meminjam atau hutang piutang.) Penulis cuma menemukan dalil tolong menolong yang kemudian dijadikan dalil tentang hukum ini.
1.
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ
Baca juga https://almanhaj.or.id/1285-ariyah-pinjam-meminjam.html
.وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ.
Baca https://almanhaj.or.id/1285-ariyah-pinjam-meminjam.html
الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ
Baca https://almanhaj.or.id/1285-ariyah-pinjam-meminjam.html
Baca https://almanhaj.or.id/1285-ariyah-
Sejauh perjalanan saya dalam mengkaji dan memperhatikan dunia bisnis terutama dikalangan menengah kebawah dapat disimpulkan bahwa:
Mari kita saling jujur dan saling membangun kepercayaan sebagaimana telah diajarkan Rosulullah SAW. agar selamat dari pengaruh buruk hutang-piutang diatas.!
Semoga ada manfaatnya
Jumat, 06 Maret 2020
Terpaksa Aku Ikhlas
(Puisi ini dibuat utk kolaborasi)
Menuntun lirih nafasnmu..
memintaku untuk tersenyum..
Walau hebatnya luka memilih tak berdarah
Luka ini menghentikan detak-detak jantungmu
Di dalam tubuhku
Dan menenggelamkan wajahku
ke dalam lumpur siluet musafir cinta.
Kamu kalah menghadapi tajamnya lidah
Gagal memaknai matahari terbit
Tetes air mata kau sebut embun pagi
Yang bertahun-tahun bergantung di langit.
Pelangi di bola matamu memaksaku untuk ikhlas
Merestui segala apa yang yang engkau mau
Satu-persatu catatan romantis denganmu
Bercucuran dalam peluk terakhir yang tak ku sadari bahwa itu adalah muara.
Lupakan saja aku..
Engkau tak perlu berhenti saat melihatku berjalan kaki..
Sendiri..
Jika suatu saat nanti kau temui debu di jalan
Itulah aku...
Bekas-kecupan mesra menggoyang ikhlasku
Kaku mejadi relief di belahan bibirmu
Dan ikhlasku lapuk menjadi segenggam pasir
Jika suatu saat kau temui ia terhempas angin
Itulah aku...
.
Kini...
Halaman sudah menghilang
Taman sudah kerontang
Tinggal bagaimana mengikhlaskanmu
Walau luka ini ku bawa mati.
Rabu, 26 Februari 2020
Drama Cinta Babi Buta
yang diceritakan para leluhur
Asap menghitam oleh persekutuan batu dan debu,
kerikil dan pasir.
Sumur-sumur kering menua
Tertimbun bangkai binatang menelan kehausan
Untuk menikmati gemulai mata air tanah ini.
yang kemaren di ceritakan biyung
Daun-daun menguning
gugur sebelum berganti musim
Paru-paru bumi sesak oleh asap cerutu
Kupu-kupu tak dapat menghisap sari-sari bunga lagi
Burung-burung tak mampu mencium aroma kening bumi.
Yang kemaren diceritakan pendongeng
Para kekasihku tertawa bahagia
Bayi-bayi yang lahir langsung tersenyum
Mendengar suara mesin ATM.
Bahwa penderitaan ini
Akan berakhir sampai disini.
Tapi,
Rumahku digerogoti rayap
Yang tak mengenal apa itu kayu,
apa itu bambu, apa itu batu.
Mengajak burung gagak memainkan irama cakarnya
Dan membilas polesan make up-nya
Karena telah membuat mimpi-mimpinya
Mengambang seperti buih dimainkan angin.
Bagaimana bisa ku hentikan matahari di atas rel kereta api
Bagaimana bisa ku cium tangan-tangan amis bercorak melati
Sementara tanganku membendung air mata anak sungai
Yang takut bermain mata di rumah sendiri.
Di saat kaki mereka menggantung di bawah kursi panjang
Ditemani manusia-manusia bermata sipit
Indahnya mutiara di dasar laut
Merdunya Kicauan burung-burung
Nikmatnya suguhan susu coklat
Aroma cengkeh dan lezatnya palawija.
Hingga memuntahkan kotoran berbau syetan.
Di warung itu
Aku menyaksikan skenario drama cinta babi buta
Yang disutradarai seniman asal Belanda
Dan hampir semaput
Tapi, hanya satu menit
Selebihnya aku menjadi bulan-bulanan puisi
Yang di teriakkan Taufiq Ismail, Chairil Anwar, dan WS. Rendra.
Tersebab luka lama belum jua sembuh
Dan aku tidak akan meninggalkannya sendirian
Jika kekasihku mati
Akulah pengecut pertama yang ditulis dalam buku sejarah.
Minggu, 23 Februari 2020
Kronologi Dugaan penculikan anak di karangsokon Madura
Saat itu jg semua masyarakat geger dg situasi yg memang diresahkan oleh isu begal anak
mabuk bukanlah sikap terhormat atau bergengsi. Melainkan sebuah dosa besar, sebagaimana yg sudah dijelas dalam agama Islam. Janganlah sekali-kali kamu bangga bila mampu membeli khamer, arak, dan jenis lainnya yg dapat memabukkan.
Kebanggaan apa yg didapat dari mabuka2an???
Jumat, 07 Februari 2020
Aku Mencintaimu Di Masa yang Tak Mengenal Apa Itu Cinta
Bukan pula tukang ukir yang datang dari Abad Renaisans
Aku tak memiliki sejarah panjang bersama batu pualam
Tetapi ingin kukenang dirimu seperti yang dilakukan kedua tanganku
Dalam membentuk lekuk tubuhmu yang indah
Lalu menghiasinya dengan bebunga, bintang, puisi
Dan miniatur tulisan bergaya Kufah
Tidak pula untuk mengembalikan tabiatmu
Atau membumbui ulang setiap huruf dari alif hingga ya’ dengan titik.
Atau perihal perempuan yang kucintai dengan sepenuh hati
Juga keindahan lekuk tubuhnya dari kepala
Hingga jemari kedua kakinya
Tak senapas dengan kemuliaan para kekasihku
Untuk menghitung tahi lalat yang kutanam pada perak pundakmu
Dan keangkuhan kedua payudaramu
Engkau skandal indah yang kujadikan wewangian
Kasidah indah yang kudamba tanda tangannya
Bahasa yang memuntahkan emas dan lazuardi
Aku mencintaimu, aku mencintaimu, aku mencintaimu
Bahwa dirimu adalah kekasihku
Pada kupu-kupu yang berenang dalam aliran darahku
Aku tak bisa mencegah pelana melati menaiki pundakku
Aku tak bisa menyembunyikan bait puisi di balik mantelku
Atau akan hancur lebur bersamaku
Kau perempuan berskandal yang terungkap oleh kata-kata
Kau perempuan tak berpakaian selain dengan kewanitaan
Bagaimana kita menggantungkan isyarat cinta dalam dada
Di masa yang tak mengenal apa itu cinta?
Masa paling romantis dan paling puitis
Masa penuh sensasi dengan aroma buku-buku dan semerbak melati
Juga hawa kebebasan
Di masa Charles Aznovour
Juliette Gréco
Paul Éluard
Pablo Neruda
Charlie Chaplin
Sayed Darwish
Naguib El-Rihani
Pada suatu malam di Firenze
Di mana patung Michael Angelo berdiri tegak
Terus menyuguhkan pengunjung yang datang ke sana
Roti dan arak
Di masa keberdaulatan lilin dan kayu
Kipas angin produk Spanyol
Surat-surat yang tertulis dengan bulu-bulu burung
Gaun Taffeta dengan warna-warni seperti pelangi
Mobil-mobil Ferrari
Dan celana jeans yang dibuat robek
Di sana semua wewenang ada pada burung-burung pipit
Atau di tangan rusa
Di tangan angsa
Di tangan putri duyung
Atau di tangan para pelukis, musisi, dan penyair
Atau di tangan pecinta, anak-anak, dan orang gila
Di masa yang tak menindas mawar dan puisi
Tidak pula nay dan kewanitaan
Kita cari mawar cinta
Di masa yang tak mengenal apa itu cinta
Karya: Nizar Qabbani
Terjemahan Musyfiqur Rahman
Selasa, 04 Februari 2020
MENCARI MUKA
Aku sudah lama aku tidak mempercayaimu
Aku pura-pura saja mengagumimu
Aku hanya mencari muka
Seperti engkau dulu mencari muka
Di depan pemuka-pemuka desa
Bagaimana aku bisa mempercayaimu
Sedangkan engkau seperti udang di balik batu
Berlagak seperti katak memikul kerbau
Bila rupamu rupanya berupa-rupa
Tutur bahasamu melebihi rayuan remaja
Empuknya seperti kursi yg kau duduki disana
Menjanjikan kemilau emas berlian
Menjamin kemewahan menu beragam varian
Engkau hanya pencari suaka
Engkau kemari hanya mencari muka
Aku pun pura-pura bego mencari muka
Kita terlalu jauh dari tulus dan begitu dekat dengan apus
Mukamu romantis
Hatimu komunis
Aku lebih memilih bisu dalam gejolak
Ku bikin telingamu kelak merindukan suaraku
Suara yang dirindukan petani
Nelayan, buruh, pedagang kaki lima dan kuli.
RAPUH
Puisi Prosais (Zaini Dawa) Bisaku tawar dalam sunyi Lenyap sapa ronta aksara Tampak rupa kurasa hilang kujaga Betapa rapuhnya aku menanggung...
-
Indonenesiaku... Merdeka oleh darah pejuang Darah yang tercecer dari ibu kota sampai hutan pedalaman Darah yang tidak dihargai ole...
-
Tetes air sisa hujan tertusuk cahaya matahari Merona pantulkan rindu yang tak wajar Fajar dan senja menjadi sebentuk senyum di sudut-sudut a...
-
Bila kutatap langit Lalu aku tidak melihatmu di sana Kulempar pandangan pada dinding kebisuan Layar mimpi terbuka Menampilkan se...